Tuesday, April 6, 2010

PENANGANAN ASFIKSIA INTRAUTERIN

PENDAHULUAN
Penurunan kadar oksigen dalam darah disebut hipoksia. Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. Hipoksia yang disertai dengan asidosi metabolic disebut asfiksia.(1,2)


ETIOLOGI
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.(3)
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemeriksaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan.(3)
Terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia)(2,3,4)
1. Gangguan sirkulasi menuju janin.
a. Gangguan aliran pada tali pusat.
- Lilitan tali pusat
- Simpul tali pusat
- Tekanan pada tali pusat
- Ketuban telah pecah
- Kehamilan lewat waktu
b. Pengaruh obat
- Karena narkosa saat persalinan
2. Faktor ibu
- Gangguan his: tetania uteri-hipertoni
- Turunnya tekanan darah dapat mendadak: perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta
- Vaso kontriksi arterial: hipertensi pada hamildan gestosis pre-eklampsia-eklampsia
- Gangguan pertukaran nutrisi/O2: solusio plasenta
- Diabetes Melitus
Beberapa penyakit sistemik yang mempersulit kehamilan:(5)
Gagal Jantung
Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa sejumlah darah guna mencukupi kebutuhan tubuh. Sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan, seorang wanita penderita gagal jantung akan semakin merasa cepat lelah meskipun dia cukup istirahat, menghindari stres, mengkonsumsi makanan yang bergizi, mengkonsumsi zat besi untuk mencegah anemia dan membatasi kenaikan berat badannya.
Saat-saat yang memerlukan perhatian khusus dimana tuntutan terhadap jantung sangat besar adalah pada kehamilan 28-34 minggu, selama persalinan dan segera setelah persalinan. Penyakit jantung yang diderita ibu bisa mempengaruhi janin. Janin bisa meninggal ketika ibu mengalami serangan gagal jantung atau lahir prematur.
Persalinan dan bertambahnya jumlah darah dari rahim yang kembali ke jantung menyebabkan meningkatnya kerja jantung. Pada setiap kontraksi rahim, jantung memompa darah 20% lebih banyak.
Pada penderita gagal jantung yang berat, bisa diberikan obat bius epidural untuk mematikan rasa pada korda spinalis bagian bawah dan agar penderita tidak perlu mengedan selama proses persalinan berlangsung. Mengedan menyebabkan terganggunya penyerapan oksigen melalui paru-paru ibu sehingga jumlah oksigen yang sampai ke janin berkurang. Bayi dilahirkan dengan bantuan forseps atau melalui operasi sesar.
Tekanan darah tinggi
Jika seorang wanita yang memiliki tekanan darah agak tinggi (140/90 - 150/100 mm Hg) hamil, biasanya dokter menghentikan pemakaian obat-obatan untuk menurunkan tekanan darahnya. Kerugian yang ditimbulkan oleh obat terhadap janin lebih tinggi dibandingkan keuntungan yang diperoleh ibu.
Untuk membantu mengontrol tekanan darahnya, penderita dianjurkan untuk membatasi asupan garam dan mengurangi aktivitas fisik. Wanita hamil yang menderita hipertensi sedang (tekanan darah tinggi sedang, yaitu 150/90 - 180/110 mm Hg), seringkali harus terus mengkonsumsi obat anti-hipertensi.
Obat anti-hipertensi yang biasanya diberikan kepada wanita hamil adalah metildopa dan hidralazin. Diuretik (obat yang bisa membuang kelebihan cairan dalam tubuh) tidak digunakan karena bisa menghambat pertumbuhan janin.
Setiap bulan dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal dan pemantauan pertumbuhan janin dengan USG. Persalinan biasanya dimulai (diinduksi) pada kehamilan 38 minggu.
Wanita hamil yang menderita hipertensi berat (diatas 180/110 mm Hg) memerlukan perawatan khusus. Kehamilan bisa semakin memperburuk hipertensi dan mungkin akan menyebabkan pembengkakan otak (stroke).
Pada wanita penderita hipertensi berat lebih sering terjadi abrupsio plasenta (pelepasan plasenta sebelum waktunya), yang menyebabkan terputusnya pasokan oksigen dan zat gizi ke janin sehingga janin bisa meninggal. Bahkan meskipun tidak terjadi abrupsio plasenta, hipertensi bisa menyebabkan berkurangnya pasokan darah ke janin sehingga pertumbuhan janin menjadi lambat.
Jika kehamilan ingin dilanjutkan, biasanya harus diberikan obat anti-hipertensi yang lebih kuat. Untuk melindungi janin dan ibu, biasanya penderita harus dirawat di rumah sakit. Jika kondisinya semakin memburuk, disarankan untuk mengakhiri kehamilan guna menyelamatkan ibu.





Diabetes Mellitus
Diabetes adalah suatu penyakit dimana kadar gula darah (glukosa) sangat tinggi. Berbagai perubahan yang terjadi selama kehamilan menyebabkan semakin sulit untuk mengendalikan gula darah pada wanita penderita diabetes. Perubahan kadar dan jenis hormon yang dihasilkan selama kehamilan bisa menyebabkan resistensi terhadap insulin sehingga kebutuhan tubuh akan insulin meningkat.
Diabetes yang bermula atau pertama kali muncul selama kehamilan (diabetes gestasional) terjadi pada 1-3% kehamilan. Wanita hamil secara rutin menjalani penyaringan untuk diabetes gestasional. Setelah persalinan biasanya diabetes ini akan menghilang.
Diabetes yang tidak terkontrol bisa membahayakan janin dan ibunya.
Selama hamil, diberikan suntikan insulin karena obat anti-diabetes yang diminum bisa membahayakan janin.
Diabetes menyebabkan meningkatnya resiko infeksi, persalinan dini dan tekanan darah tinggi akibat kehamilan. Jika hipertensi terkendali, maka kehamilan tidak akan memperburuk penyakit ginjal akibat diabetes dan jarang terjadi komplikasi ginjal.
Bayi yang dilahirkan oleh penderita diabetes biasanya sangat besar meskipun selama hamil kadar gula darah ibunya normal atau mendekati normal.
Kelainan bawaan kemungkinan besar terjadi jika diabetes selama kehamilan 6-7 minggu tidak terkontrol dengan baik.
Pada kehamilan 16-18 minggu dilakukan pengukuran kadar alfa fetoprotein (protein yang dihasilkan oleh janin) dalam contoh darah ibu.
Kadar alfa fetoprotein yang tinggi menunjukkan adanya spina bifida (perkembangan tulang belakang dan korda spinalis yang tidak sempurna), sedangkan kadar yang rendah menunjukkan sindroma Down.
Untuk mengetahui cacat bawaan lainnya, dilakukan pemeriksaan USG pada kehamilan 20-22 minggu.
Sebagian besar penderita diabetes bisa melahirkan bayinya secara normal.
Tetapi jika keadaan kesehatannya tidak memungkinkan atau diabetesnya selama hamil tidak terkontrol, tidak disarankan untuk melahirkan secara normal. Pada kasus seperti ini dilakukan amniosentesis untuk menilai kematangan paru-paru janin, sehingga bayi bisa dilahirkan secara dini melalui operasi sesar. Operasi sesar juga dilakukan jika bayinya terlalu besar sehingga tidak dapat melewati jalan lahir atau mempersulit persalinan.
Kehamilan yang terlalu lama bisa membahayakan janin dari penderita diabetes. Biasanya persalinan terjadi pada atau sebelum 40 minggu. Jika sampai 40 minggu belum juga lahir, dilakukan induksi dengan cara memecahkan ketuban dan memberikan oksitosin intravena atau dilakukan operasi sesar. Jika kehamilan terus dibiarkan sampai lebih dari 42 minggu, bayi bisa meninggal dalam kandungan.
Segera setelah persalinan, banyak penderita yang tidak memerlukan insulin. Wanita yang sebelum hamil menderita diabetes, setelah persalinan kebutuhannya akan insulin menurun drastis, lalu secara bertahap meningkat lagi setelah sekitar 72 jam.
Bayi yang lahir dari penderita diabetes memiliki resiko menderita gangguan pernafasan, kadar gula darah dan kalsium yang rendah, sakit kuning dan jumlah sel darah merah yang meningkat. Kelainan ini bersifat sementara dan bisa diobati.
Lupus Eritomatesus Sistemik
Lupus adalah suatu penyakit autoimun yang bisa muncul pertama kali pada saat hamil, atau semakin memburuk pada saat hamil atau semakin membaik pada saat hamil.
Pengaruh kehamilan terhadap lupus tidak dapat diramalkan, tetapi kekambuhan paling mungkin terjadi segera setelah persalinan.
Penderita lupus seringkali memiliki riwayat keguguran berulang, kematian lahir pada pertengahan kehamilan, pertumbuhan janin yang terhambat (IUGR, intrauterine growth retardation) dan persalinan prematur.
Antibodi yang menyebabkan terjadinya lupus bisa melewati plasenta dan menyebabkan denyut jantung yang sangat lambat, anemia, penurunan jumlah trombosit atau sel darah merah pada janin. Antibodi ini secara perlahan akan menghilang dalam beberapa minggu setelah bayi lahir.

FISIOLOGI PERNAPASAN JANIN
Barcroft mempelajari pusat pernapasan janin. Janin dalam kandungan telah mengadakan gerakan-gerakan pernapasan, yang dapat dipantau dengan ultrasonografi, akan tetapi likuor amnii tidak sampai masuk ke dalam alveoli paru-paru. Pusat pernapasan ini dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan karbondioksida di dalam tubuh janin itu. Apabila saturitas oksigen meningkat hingga melebihi 50% maka terjadi apnoe, tidak tergantung pada konsentrasi karbondioksida. Bila saturasi oksigen menurun, maka pusat pernapasan menjadi sensitif terhadap rangsangan karbondioksida. Pusat itu menjadi lebih sensitif bila kadar oksigen turun dan saturasi oksigen mencapai 25%.(6)
Keadaan ini dipengaruhi oleh sirkulasi uterop-plasenter (pengaliran darah antara uterus dan plasenta). Apabila terdapat gangguan pada sirkulasi utero-plasenter sehingga saturasi oksigen lebih menurun, misalnya pada kontraksi uterus yang tidak sempurna, eklampsia, dan sebagainya, maka terdapatlah gangguan-gangguan dalam keseimbangan asam dan basa pada janin tersebut, dengan akibat dapat melumpuhkan pusat pernapasan janin. (6)
Pada permukaan paru-paru yang telah matur ditemukan lipoprotein yang berfungsi untuk mengurangi tahanan pada permukaan alveoli dan memudahkan paru-paru berkembang pada penarikan napas pertama oleh janin. Pengembangan paru-paru ini disebabkan oleh adanya tekanan negatif di dalam dada lebih kurang 40 cm air – karena tekanan paru-paru waktu lahir – sewaktu bayi menarik napas pertama kali. (6)
Adanya lipoprotein tersebut di atas, khususnya kadar lesitin yang tinggi, mencerminkan paru-paru itu telah matur. Lesitin adalah bagian utama dari lapisan di permukaan alveoli yang telah matur itu dan terbentuk melalui biosíntesis. Pada waktu partus pervaginam, khususnya pada waktu badan melalui jalan lahir, paru-paru seakan tertekan dan diperas, sehingga cairan-cairan yang mungkin ada di jalan pernapasan dikeluarkan secara fisiologik dan mengurangi adanya bagian-bagian paru-paru yang tidak berfungsi segera oleh karena tersumbat. (6)
Yang diperlukan pada keadaan bayi-baru-lahir tanpa atau dengan asfiksia livide ialah memberikan segera jalan napas dan memberikan pada bayi tersebut oksigen, untuk meningkatkan saturasi oksigen. Hal ini penting difahami oleh setiap penolong persalinan. Ketika partus, uterus berkontraksi. Dalam keadaan ini darah di dalam sirkulasi utero-plasenter seolah-olah diperas ke dalam vena umbilikalis dan sirkulasi janin, sehingga jantung janin terutama serambi kanan berdilatasi. Akibatnya, apabila diperhatikan bunyi jantung janin segera setelah kontraksi uterus hilag, akan terdengar melambat. Keadaan ini fisiologik, bukan patologik, dan dikenal sebagai refleks Marey. (6)
Ada yang mengemukakan bahwa timbulnya bradikardia pada his disebabkan oleh adanya asfiksia janin yang bersifat sementara, ada pula yang mengemukakan oleh karena refleks tali pusat dan meningkatnya vena kava inferior pada janin. Hon mempelajari bradikardia pada janin sewaktu ada his dengan fetal heart rate meter. Ia menemukan denyutan 140 per menit dapat menurun sampai 110-120 pada multípara, sedangkan pada nullipara kadang-kadang denyutan dapat menurun sampai 60-70 per menit. Bradikardia ini terjadi segera pada permulaan his dan menghilang beberapa detik sesudah his berhenti. Hon dan kawan-kawannya mengemukakan bahwa bradikardia tersebut di atas tidak disebabkan oleh hipoksia janin, akan tetapi karena tekanan terhadap kepala janin oleh jalan lahir pada waktu ada his. Gejala ini biasanya ditemukan pada pembukaan 4-8 cm dan bila pada kepala bayi juga diadakan penekanan seperti pada waktu ada his. (6)
Untuk klinik penting diperhatikan frekuensi denyutan jantung ini untuk mengetahui apakah ada gawat janin. Denyutan jantung beberapa detik sesudah his sebanyak 100 per menit atau kurang menunjukkan akan adanya gawat janin. (6)
Dalam keadaan normal frekuensi denyut jantung janin berkisar antara 120-140 denyutan per menit. Ketika partus denyut jantung ini sebaiknya didengar satu menit setelah his terakhir. Cara menghitung bunyi jantung adalah sebagai berikut: kita hitung denyut jantung dalam 5 detik pertama, kemudian 5 detik ketiga, kelima, ketujuh dan seterusnya sampai mencapai satu menit. Dengan cara ini dapat diperoleh kesan apakah denyut jantung janin tersebut teratur atau tidak. Tiap menit mempunyai jumlah tertentu. Jika jumlah per menit berbeda lebih dari 8, maka denyutan jantung itu umumnya tidak teratur. Jika jumlah denyutan jantung lebih dari 160 per menit, disebut takikardia, sedangkan jika kurang dari 120 per menit, disebut bradikardia. Dengan mengadakan pencatatan denyut jantung janin yang dikaitkan dengan pencatatan his, dapat diraalkan ada atau tidaknya hipoksia pada janin. Takikardia saja kadang-kadang dapat ditemukan pada ibu yang menderita panas. Dewasa ini pemantauan janin dilaksanakan dengan alat kardiotokograf. (6)




GEJALA DAN TANDA
Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin. Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala yang subyektif. Seringkali indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan dalam pola denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas atau deselerasi lanjut). Hipotensi pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi uterus yang hipertonik atau ketiganya secara keseluruhan dapat menyebabkan asfiksia (kegagalan nafas adekuat pada menit-menit pertama kelahiran) janin.(2)
Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin(2)
1. Bradikardi.
Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit.
2. Takikardi.
Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan dengan demam pada ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine. Prematuritas atropine juga dihubungkan dengan denyut jantung janin yang meningkat.
3. Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi system saraf otonom janin oleh medikasi ibu (atropine , skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik)
4. Pola deselerasi.
Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh insufisiensi uteriplasenter. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilicus. Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.
5. Ph darah janin.
Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam basa janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive terhadap perubahan-perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin itu dalam keadaan sehat dan hanya memberi reaksi terhadap stress dari kontraksi uterus selam persalinan. Oleh karena itu, pengukuran pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut jantung janin memberikan kesehatan janin yang dapat dipercaya dari pemantauan denyut jantung janin sendiri.
Contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin abnormal latau kacau memerlukan penjelasan pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25 adalah normal. pH kulit kepala yang kurang dari 7,20 menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Persiapan kelahiran segera dilakukan. Kecuali kelahiran pervaginam sudah dekat, seksiosesaria dianjurkan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosis gawar janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Denyut jantung janin.
Pemantauan denyut jantung janin: pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinyudalam hubungan dengan kontraksi uterus memberikan sutu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu selama persalinan. Akselerasi periodik pada gerakan janin merupakan ketenangan dari reaktifitas janin yang normal.(2,4)
Rekaman denyut jantung janin menggunakan alat elektronik untuk memonitor denyut jantung janin selama masa kehamilan. Penggunaannya di Amerika semakin sering sejak tahun 1970, dengan maksud untuk mendeteksi hipoksia janin sebelum menyebabkan kematian perinatal atau cerebral palsy. (2,4)
Denyut jantung janin normal antara 120 sampai 160 kali per menit.
Terjadinya gawat janin menimbulkan perubahan denyut jantung janin: (2,4)
- Meningkat 160 kali per menit-ingkat permulaan
- Mungkin jumlah sama dengan normal tetapi tidak teratur
- Jumlah menurun di bawah 100 kali per menit apalagi disertai irama yang tidak teratur


Kardiotokografi
Alat kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu didalam pemantauan kesejahteraan janin.Pada KTG ada tiga bagian besar kondisi yang dipantau yaitu denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin serta korelasi diantara ketiga parameter tersebut. Peralatan KTG tersebut harus dipelihara dengan baik, jangan sampai kabelnya rusak akibat sering dilepas dan dipasang atau kesalahan dalam perawatan peralatan tookmeter dan kardiometer. Diperlukan seorang penanggungjawab untuk perawatan dan pengoperasion alat KTG tersebut, juga pelatihan di dalam menginterpretasikan hasil KTG tersebut. Pada saat pemeriksaan KTG, posisi pasien tidak boleh tidur terlentang, tetapi harus setengah duduk atau tidur miring.(7)
Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi:(7)
1. Usia kehamilan: 28 minggu
2. Ada persetujuan tindak medic dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) diketahui.
4. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada computer (pada KTG terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.
Mekanisme Pengaturan DJJ
Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu:(7)
1. Sistem Saraf Simpatis
Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium. Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, system saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah. Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.
2. Sistem saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodusVA, dan neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan asetilkolin akan menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi DJJ.
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah meningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di daerah carotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal.
Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi reflex dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan reflex bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
5. Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun,dan variabilitas DJJ-pun akan berkurang.
6. Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medulla adrenal akan mengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan hipertensi.
7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretch receptors dan pusat pengaturan (Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005).

Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber, yaitu (1) priprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat dijaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, dan stretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ.
Beberapa perubahan periodik/episodic DJJ yang dapat dikenali pada pemeriksaan KTG adalah: Akselerasi, Deselerasi dini, Deselerasi lambat, dan Deselerasi variabel.(7)
Akselerasi: Didefinisikan sebagai peningkatan sementara denyut jantung lebih dari 15 bpm dalam waktu 15 detik. Dua akselerasi dalam 20 menit dianggap sebagai tanda reaktif. Akselerasi pertanda baik karena menunjukkan respon dan integritas dari mekanisme pengendalian jantung janin.(8)
Deselerasi: Merupakan penurunan frekuensi denyut jantung janin lebih dari 15 bpm dalam waktu 15 detik, atau lebih. Ini bisa berupa normal ataupun patologis. Deselerasi dini terjadi pada waktu yang sama dengan kontraksi uterus dan biasanya disebabkan oleh kompresi kepala janin dan karena itu terjadi pada kala I dan II pada ibu hamil dengan presentasi kepala. Normalnya tidaklah parah. Deselerasi lambat bertahan setelah kontraksi selesai dan menandakan gawat janin. Deselerasi variable bervariasi dalam waktu dan bentuk antara satu dengan lannya, dan mungkin mengindikasikan adanya hipoksia atau kompresi tali pusar.(8,9)


Gambaran KTG normal(8)

Interpretasi NST:(7)
1. Reassuring (Reaktif):
- Terdapat gerakan janin sedikitnya 2 kali dalam 20 menit, disertai dengan akselerasi sedikitnya 15 dpm.
- Frekuensi dasar djj di luar gerakan janin antara 120–160 dpm.
- Variabilitas djj antara 5–25 dpm
2. Non-reassuring (Non-reaktif):
- Tidak terdapat gerakan janin dalam 20 menit, atau tidak terdapat akselerasi pada gerakan janin.
- Frekuensi dasar djj abnormal (kurang dari 120 dpm, atau lebih dari 160 dpm).
- Variabilitasdjjkurangdari2dpm.
3. Meragukan:
- Gerakan janin kurang dari 2 kali dalam 20 menit, atau terdapat akselerasi yang kurang dari 15 dpm.
- Frekuensi dasar djj abnormal.
- Variabilitas djj antara 2–5 dpm.
Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti dengan keadaan janin yang baik sampai 1 minggu kemudian (spesifisitas 95%-99%). Hasil NST yang non-reaktif disertai dengan keadaan janin yang jelek (kematian perinatal, nilai Apgar rendah, adanya deselerasi lambat intrapartum), dengan sensitivitas sebesar 20%. Hasil NST yang meragukan harus diulang dalam waktu 24 jam.(7)
Oleh karena rendahnya nilai sensitivitas NST, maka setiap hasil NST yang non-reaktif sebaiknya dievaluasi lebih lanjut dengan contraction stress test (CST), selama tidak ada kontraindikasi.(7)
Interpretasi Contraction stresstest (CST): (7)
1. Negatif:
- Frekuensi dasar djj normal.
- Variabilitas DJJ normal.
- Tidak terdapat deselerasi lambat.
2. Positif:
- Deselerasi lambat yang persisten pada setiap kontraksi.
- Deselerasi lambat yang persisten meskipun kontraksi tidak adekuat
- Deselerasi variable berat yang persisten pada setiap kontraksi.
- Variabilitas DJJ berkurang atau menghilang.
3. Equivokal: terdiri dari mencurigakan, tidak memuaskan, dan hiperstimulasi
a) Equivokal Mencurigakan (suspicious):
- Deselerasi lambat yang intermiten pada kontraksi yang adekuat.
- Deselerasi variable (derajat ringan atau sedang).
- Frekuensi dasar djj abnormal.
b) Ekuivokal Tidak memuaskan (unsatisfactory):
- Hasil perekaman tidak baik, misalnya oleh karena ibu gemuk, atau gerakan janin yang berlebihan.
- Tidak terdapat kontraksi yang adekuat.
c) Ekuivokal Hiperstimulasi:
- Terdapat kontraksi 5 kali atau lebih dalam 10 menit; atau lama kontraksi lebih dari 90 detik.
- Seringkali disertai deselerasi lambat atau bradikardia.
Hasil CST negative menggambarkan keadaan janin yang masih baik sampai 1 minggu pasca pemeriksaan (spesifisitas99%). Hasil CST positif disertai dengan nasib perinatal yang jelek pada 50% kasus. Hasil CST yang mencurigakan harus terus diobservasi secara ketat (CST diulang setiap 30–60 menit); bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan pH darah janin. Hasil CST yang tidak memuaskan harus diulang dalam waktu 24 jam. Bila terdapat hiperstimulasi, kontraksi harus segera dihilangkan (tokolisis) dan kehamilan/persalinan diakhiri.(7)
2. Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.(2,4)

DIAGNOSIS
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian:(3)
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyut semenit, selama his frekuensi ini bias turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan dnyut jantung umumnya tidak besar artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100x semenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.(3)
2. Mekonium dalam air ketuban
Air ketuban normalnya jernih. Terdapatnya mekonium mungkin menandakan adanya hipoksia dan merupakan indikasi untuk memonitor denyut jantung janin secara kontinyu. Mekoneum pada presentasi-sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekoneum dalam air ketuban pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. (3,10)



3. Pemeriksaan pH darah janin
Pemeriksaan sampel darah dilakukan ketika ditemukan denyut jantung janin yang patologis dimana menunjukkan tanda hipoksia. Jika hasilnya diketahui, perubahan menuju asfiksia yang parah dapat dicegah. (3,10)
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.(3)
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. (3)

PENATALAKSANAAN ASFIKSIA INTRAUTERIN
Prinsip-prinsip umum:(2)
1. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
2. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan indikasi. Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetrik pasien dan jalannya persalinan.
Langkah-langkah khusus (1,2,10)
1. Posisi ibu diubah dari posisi terlentang ke posisi lateral sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter per menit sebagai usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksitosin dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infuse intravena dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat. Transfusi darah dapat diindikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan persalinan. Elevasi kepala janin secara lembut dapat merupakan suatu prosedur yang bermanfaat.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.

KOMPLIKASI
Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi ini dapat ringan serta sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan beratnya dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita.(3)
Pada tingkat permulaan gangguan pertukaran gas transpor O2 mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh terjadi metabolismus anerobik. Proses ini berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga sumbr-sumber glikogen tubuh terutama dalam jantung dan hati berkurang. Asam-asam organik yang dihasilkan akibat metabolismus ini akan menyebabkan erjadinya asidosis metabolik. Pada tingkat lebih lanjut terjadi gangguan kardiovaskular yang disebabkan oleh: (1) kerja jantung yang terganggu akibat dipakainya simpanan glikogen dalam jaringan jantung; (2) asidosis metabolik yang mengganggu fungsi sel sel-sel jantung; dan (3) gangguan peredaran darah ke paru-paru karena tetap tingginya pulmonary vascular resistance. Asidosis dan gangguan kardiovaskular ini mempunyai akibat buruk terhadap sel-sel otak dan dapat menyebabkan kematian anak atau timbulnya gejala-gejala lanjut pada anak yang hidup. Dalam garis besar perubahan-prubahan yang terjadi pada asfiksia ialah: (1) menurunnya tekanan O2 arterial; (2) meningkatnya tekanan CO2; (3) turunnya pH darah; (4) dipakainya simpanan glikogen tubuh untuk metabolismus anerobik; dan (5) terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskular.(3)

KESIMPULAN
Penurunan kadar oksigen dalam darah disebut hipoksia. Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Hipoksia yang disertai dengan asidosi metabolic disebut asfiksia. Terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia), baik itu akibat gangguan sirkulasi yang menuju janin, atau karena faktor dari ibu.
Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin. Tetapi biasanya tidak ada gejala-gejala yang subyektif. Indikasi kemungkinan gawat janin antara lain bradikardi, takikardi, variabilitas denyut jantung dasar yang menurun, deseleasi lanjut, dan pH darah yang menurun. Untuk dapat menegakkan diagnosis gawar janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan denyut jantung janin dan mekonium dalam air ketuban. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu denyut jantung janin, mekonium dalam air ketuban, dan pemeriksaan pH darah janin.
Perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi ini dapat ringan serta sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis yang terdapat pada janin. Untuk menangani asfiksia intrauterine dapat dengan menggunakan prinsip-prinsip umum dan langkah-langkah khusus.



Baca selengkapnya......

Rehabilitasi Medik pada luka bakar

PENDAHULUAN

Rehabilitasi berasal dari bahasa Inggris, re- berarti kembali dan abilitation artinya kemampuan. Jadi rehabilitasi medik merupakan usaha medis yang dilakukan untuk mengembalikan atau menjaga kemampuan atau fungsi organ tubuh. Dikatakan rehabilitasi merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hidup pada penderita luka bakar karena rehabilitasi berguna untuk mencegah terjadinya skar atau gangguan fungsi alat tubuh setelah penanganan luka bakar selesai.
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut. Pada luka bakar terjadi perubahan destruktif pada jaringan akibat panas yang berlebihan, radiasi ultraviolet, zat kimia atau lainnya. Hal terpenting dari luka bakar adalah area permukaan tubuh yang terkena, kedalaman luka bakar, lokasi luka bakar, umur pasien, keadaan umum, dan penyebab luka bakar sendiri. (1,2)



Luka bakar merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di Amerika Serikat. Pasien luka bakar biasanya memerlukan pengawasan yang lama dalam rehabilitasi, rekonstruksi dan dukungan psikologis. Kualitas penanganan luka bakar tidak lagi diukur hanya dari kelangsungan hidup, tetapi juga penampilan dan fungsi organ kedepannya dan diharapkan penanganan luka bakar dapat menjadi lebih baik dengan mengembalikan pasien kedalam lingkungan rumah dan masyarakat seperti keadaan sebelum sakit. Tujuan ini dapat tercapai dengan adanya kerjasama tim penanganan luka bakar. (2,3,4,5)


Anatomi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Fase Luka Bakar
Perjalanan penyakit pada luka bakar terbagi dalam tiga fase, yaitu (1) :
1. Fase awal (fase akut atau fase syok)
Pada fase ini permasalahan utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas (misalnya cedera inhalasi), gangguan mekanisme bernafas oleh karena adanya eskar melingkar dada atau trauma multiple di rongga thoraks dan gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan-elektrolit, syok hipovolemia). Selain itu dapat juga terjadi nekrosis extremitas yang mengalami compartement syndrome.
2. Fase setelah syok berakhir (fase sub akut)
Masalah utama fase ini adalah SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) dan MODS (Multy-system Organ Dysfunction Syndrome) dan sepsis. Ketiganya merupakan dampak atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama (cedera inhalasi, syok) dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan
3. Fase Lanjut atau fase penyembuhan
Fase ini berlangsung sejak penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari maturasi jaringan dan penyulit dari luka bakar, berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama.
Berat Luka Bakar
Tujuan utama dalam penilaian kulit yang terkena luka bakar adalah menentukan beratnya luka bakar. Beratnya suatu luka bakar ditentukan dari ukuran dan kedalamannya. Semakin berat suatu luka bakar maka makin memungkinkan terjadinya kontraktur, sehingga lebih menyulitkan rehabilitasi.
A. Kedalaman Luka Bakar (1,7,8)
1. Derajat I (luka bakar superficial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7 hari.
2. Derajat II (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada lapisan epitel yang tersisa. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10-12 hari. Kerusakan kapiler dan iritasi ujung saraf sensorik yang terjadi di dermis menyebabkan luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial. Timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dinding meningkat. Luka bakar derajat II dibedakan menjadi :
• Derajat II dangkal (IIA), hanya mengenai epidermis dan lapisan atas corium, elemen-elemen epitel sebanyak. Karenanya penyembuhan akan mudah dalam 1-2 minggu tanpa terbentuk sikatriks
• Derajat II dalam (IIB), sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit, penyembuhan lebih lama 3-4 minggu dan disertai pembentukkan parut hipertrofi
3. Derajat III
Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel yang hidup sehingga untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit (skin graft). Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri. Ini dapat menimbulkan kontraktur dan skar hipertropik.

Gbr.1: Derajat luka bakar
Dikutip dari kepustakaan 13

Tabel 1. Posisi Anti Deformitas
Lokasi Luka Bakar Kecendrungan kontraktur Posisi/ splint
Leher bagian depan Fleksi Leher Jangan gunakan bantal,matras setengah,neck collar
Aksilia Aduksi Abduksi 120˚+eksorotasi ringan,bebat
Siku Bagian Anterior Fleksi Bebat ekstensi siku pada 5-10˚
Pergelangan tangan dorsal Ekstensi pergelangan tangan Posisi netral pergelangan tangan
Pergelangan tangan volar Fleksi pergelangan tangan Ceck up splint untuk pergelangan
Dorsum manus Claw hand Bebat tangan dengan posisi sendi MCP 70-90˚ ekstensi penuh sendi IP,
Volar Manus Kontraktur telapak tangan,tangan berbentuk seperti mangkuk Bebat ekstensi telapak tangan,sendi MCP hiperekstensi ringan
Panggul anterior Posisi prone berat menumpu paha pada posisi berdiri,imobilitas lutut
Lutut Fleksi lutut Ekstensi lutut,cegah eksternal rotasi
Kaki Foot drop Posisi pergelangan kaki 90˚dengan papan kaki bebat


REHABILITASI MEDIK PADA LUKA BAKAR
Tujuan Rehabilitasi
1. Mencegah kecacatan
2. Meringankan derajat disabilitas
3. Memaksimalkan fungsi-fungsi yang masih ada
4. Mencapai kapasitas fungsional yang berdiri sendiri
Kelangsungan hidup pasien merupakan satu-satunya alat ukur keberhasilan dari penanganan pasien luka bakar. Akhir-akhir ini inti obyektif perawatan terhadap semua spek pasien luka bakar berintegrasi pada kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat pasien. Inti obyektif ini telah menjadi dasar penanganan luka bakar setelah penutupan luka bakar akut.
Rehabilitasi medik memiliki peranan yang penting sekali untuk mendapatkan fungsi organ tubuh yang optimal. Banyak pasien menjadi waspada pada penampilannya selama tahap rehabilitasi dan mungkin membutuhkan konsultasi psikiatrik atau pengobatan anti depresan. Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat.
Perhatian harus diberikan pada ekstremitas yang menggunakan bidai agar tetap pada posisi yang tepat dan memaksimalkan area pergerakan (Range Of Movement). Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat yang berat terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah. (6)
Pada cacat yang berat mungkin diperlukan ahli jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri penderita dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah dan tangan. (6)
Latihan Terapi (Therapeutic Exercise)
Latihan sebaiknya dimulai pada hari terjadinya trauma bakar dan seharusnya dilanjutkan sampai semua luka menutup dan hingga melewati masa aktif pembentukan skar. Fibroblast, yang merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kontraktur, berperan pada luka bakar dalam 24 jam pertama dan aktif hingga 2 tahun setelah terjadinya trauma bakar. Latihan rutin setiap harinya dapat mencegah berkurangnya kelenturan dan berkurangnya ROM sendi yang dapat ditimbulkan oleh kontraktur.9,10,11
Adapun latihan terapi yang dapat diterapkan pada pasien luka bakar adalah sebagai berikut: 12
1. Stretching (peregangan)
Latihan peregangan dilakukan untuk mencegah kontraktur atau penarikan anggota gerak. Latihan peregangan ini biasa sangat efektif jika dilakukan secara perlahan-lahan sampai skar memutih atau memucat. Jika luka bakar mengenai lebih dari satu persendian, skar akan terihat lebih memanjang apabila latihan ini berjalan baik.
2. Strengthening (penguatan)
Latihan penguatan dilakukan untuk mencegah kelemahan pada alat gerak akibat immobilisasi yang lama. Latihan ini diakukan dengan memberikan latihan gerakan aktif secara rutin kepada pasien untuk melatih otot-otot ekstremitas, misalnya jalan biasa, jalan cepat, sit up ringan dan mengangkat beban. Jika pasien kurang melakukan latihan ini maka akan menyebabkan otot-otot pada sendi bahu dan proksimal paha akan melemah. Latihan ini sebaiknya dilakukan segera mungkin pada masa penyembuhan luka bakar untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien.
3. Endurance (ketahanan)
Latihan ketahanan dilakukan untuk mencegah terjadinya atrofi dan penurunan daya tahan pada otot akibat dari perawatan yang lama di RS. Latihan ketahanan dilakukan dengan latihan bersepeda, sit up dan latihan naik turun tangga. Selain mencegah terjadinya atrofi, latihan ini juga dapat melancarkan sistem sirkulasi.
4. Latihan Gerak Kordinasi
a. Latihan kerja dalam kehidupan sehari-hari
Dilakukan dengan melatih kemampuan mandiri pasien luka bakar seperti mandi, makan, minum, dan bangun tidur. Semua harus dilatih sesegera mungkin karena ahli terapi dan pasien luka bakar tidak dapat selalu bersama 24 jam sehari untuk melakukan terapi. Aktivitas harian sangat membantu untuk mencegah kontraktur jika pasien dapat menerapkannya di rumah.
b. Latihan Peningkatan Keterampilan
Latihan Peningkatan Keterampilan dilakukan untuk mencegah terjadinya atrofi pada otot-otot kecil pada tangan. Latihan ini dilakukan dengan melatih kemampuan menulis, menggambar, dan mengetik. Latihan ini biasa juga dilakukan dengan menggunakan terapi bola. Pasien dilatih untuk megenggam secara berulang-ulang sebuah bola yang terbuat dari spon/gabus dengan kedua tangannya.

Rehabilitasi pada Pasien Luka Bakar Fase Kritis (Fase Akut dan Sub Akut)
Untuk mencapai tujuan jangka panjang,upaya rehabilitasi harus dimulai dari awal terjadinya trauma bakar. Latihan fisik dan terapi memiliki peranan penting pada penanganan akut pasien luka bakar, walaupun telah diberikan resusitasi pada pasien luka bakar yang luas dan kritis. Jika rehabilitasi terlambat dilakukan pada masa tertentu, maka dapat terjadi kontraksi kapsul sendi serta pemendekan tendon dan otot. Ini semua dapat terjadi dengan cepat. Beberapa tindakan rehabilitasi akut pada pasien luka bakar yaitu:
1. Ranging (full ROM) pasif
Latihan ranging pasif pada pasien luka bakar yang kritis dapat mencegah terjadinya kontraktur. Latihan dan posisi ini berupa penggerakan anggota gerak secara penuh, dengan kata lain full range of motion. Ini sebaiknya dilakukan dua kali dalam sehari. Beriringan dengan latihan ini, perlu diperhatikan luka, rasa sakit, tingkat kecemasan, jalan nafas dan sirkulasi pasien. Pemberian obat perlu dilakukan sebelum sesi latihan untuk membantu meningkatkan kualitas hasil latihan dan mengurangi ketidaknyamanan pasien. Latihan posisi ini sangat penting tapi tidak efektif dan tidak manusiawi jika pasien merasa cemas dan nyeri. Latihan ranging ini dapat dilakukan bersamaan dengan pada saat baju pasien diganti dan saat pembersihan luka untuk mengurangi pemberian obat pada pasien.
2. Pencegahan deformitas
Antideformity position jika dilakukan dengan benar maka dapat meminimalkan terjadinya pemendekan tendon, lig.collateral dan kapsul sendi serta mengurangi edema pada ekstremitas. Walaupun splint mulai jarang diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu, tapi beberapa ahli berpendapat bahwa splint yang diakukan dengan benar dapat mencegah kontraktur. Deformitas flexi pada leher dapat diminimalkan dengan thermoplastic neck splint. Ekstensi cervikal bisa diterapkan pada hampir semua pasien yang kritis akibat luka bakar.
3. Pencegahan kontraktur
Pencegahan kontraktur dapat dilakukan dengan memposisikan pasien dengan prinsip melawan arah sendi yang dapat menyebabkan kontraktur. Kontraktur adduksi pada daerah axilla dapat dicegah dengan memasang splint axilla dengan posisi pasien abduksi pada sendi bahu. Kontraktur flexi pada elbow joint dapat diminimalisir dengan menggunakan splint statis pada elbow joint dengan posisi ekstensi. Splint dapat diganti dengan menggunakan alat-alat yang dapat mempertahankan posisi pasien dalam keadaan ROM penuh.
Tabel.2 Posisi optimal pada luka bakar
Lokasi luka bakar Posisi optimal Bidai
Tangan Pergelangan tangan 10-15˚ ekstensi MCP 60-65˚ fleksi PIP, DIP – ekstensi penuh Bidai volar
Siku, aspek volar Ekstensi dan supinasi penuh Bidai penyangga voler anterior
Bidai penyangga tiga titik
Bidai ekstensi siku posterior setelah penanduran kulit
Bahu dan ketiak 90˚ abduksi, rotasi eksternal Baji berbusa tebal dan padat
Bidai aksila penyangga
Bidai pesawat
Panggul Ekstensi penuh 20˚ abduksi, tanpa rotasi eksternal Baji berbusa segitiga dan
Bidai abduksi panggul.
Bidai ekstensi (terutama digunakan pada anak-anak)
Lutut Ekstensi penuh Bidai ekstensi lutut posterior
Bidai ekstensi tiga titik
Pergelangan kaki dan kaki 90˚ dorsofleksi, tanpa inverse Bidai dorsofleksi posterior
Bidai penyangga anterior

4. Menjalin hubungan dengan pasien dan keluarga pasien
Perawatan serius terhadap pasien luka bakar merupakan awal dari pembinaan hubungan jangka panjang dengan pasien dan keluarganya. Oleh karena itu pasien dan keluarganya harus mengetahui siapa ahli terapinya dan mengerti dasar-dasar terapi yang akan dijalani oleh pasien agar pasien dapat menjalani terapi dengan baik.
Rehabilitasi pada Pasien Luka Bakar Fase Penyembuhan
Rehabilitasi pada pasien luka bakar menjadi lebih sulit pada fase penyembuhan. Ini disebabkan karena pasien menjadi lebih peduli dan hati-hati terhadap apa yang akan terjadi terhadap dirinya dan sering timbul rasa segan terhadap ahli terapinya. Ini dapat mengakibatkan timbulnya rasa tidak nyaman pada pasien dalam menjalani terapi. Prinsip utama yang dijalankan pada rehabilitasi fase penyembuhan ini adalah:
1. Melanjutkan ranging pasif
2. Meningkatkan ranging aktif dan strengthening (penguatan)
Perbedaan ranging aktif dan pasif adalah kuantitas gerakan. Ranging aktif lebih sering dilakukan full ROM dibandingkan dengan ranging pasif. Pada fase kritis (akut dan subakut), yang dilakukan adalah ranging pasif untuk mencegah timbulnya rasa nyeri yang berlebihan pada pasien. Sedangkan pada fase penyembuhan dilakukan ranging aktif karena rasa nyeri sudah mulai berkurang dan pada fase ini potensi terjadinya kontraktur sangat besar.
3. Melatih aktivitas harian (makan, minum, jalan, duduk, tidur dan mandi)
4. Mulai melatih kegiatan bekerja, bermain dan belajar
Penanganan Skar (Scar Management)
Pembentukan skar merupakan komplikasi dari luka bakar. Skar bersifat dinamis dan terus tumbuh seiring dengan proses maturasinya. Jika hal ini terus terjadi, maka dapat mengakibatkan timbulnya kontraktur yang dapat mengurangi pergerakan. Baik pasien maupun petugas kesehatan berkewajiban bekerja sama untuk menangani pembentukan skar ini dan mengurangi potensi untuk terjadinya kontraktur.
Beberapa usaha penanganan skar untuk mencegah terjadinya kontraktur adalah sebagai berikut:
1. Pijat Skar (Scar Message)
Pijat skar memiliki beberapa fungsi penting, antra lain:
- Memperbaiki kolagen yang terbentuk dengan memberikan tekanan pada skar
- Mengurangi rasa gatal pada skar
- Dapat menghasluskan skar jika dilakukan dengan menggunakan lotion
Teknik melakukan pijat skar yaitu:
- Oleskan lotion pada kulit yang terbakar atau yang di-graft dan pada bagian kulit donor satu kali pada saat kulit mulai sembuh
- Pijat bagian kulit yang telah diberikan lotion
- Pijatan dilakukan dengan 3 arah: sirkuler, vertikal dan horizontal
- Lakukan sebanyak 3 – 4 kali tiap harinya
2. Pressure Garments
Tekanan yang diberikan pada skar mengurangi proses pembentukan kolagen dan menolong memperbaiki kolagen yang sudah terbentuk agar lebih teratur. Pressure Garments dibuat untuk mengembalikan tubuh pasien ke bentuk normal, mengurangi pembentukan skar yang abnormal dan deformitas.
Penggunaan pressure garments harus dengan ukuran yang sangat pas untuk memaximalkan fungsi penggunaannya dan mencegah terjadinya komplikasi seperti bengkak, memperbesar skar atau daerah yang rusak. Oleh karena itu penggunaan pressure garments ini masih kontroversi di kalangan ahli rehabilitasi medik.



KESIMPULAN
1. Rehabilitasi merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hidup pada penderita luka bakar, di mana tujuan utama rehabilitasi adalah mencegah terjadinya skar atau gangguan fungsi alat tubuh setelah penanganan luka bakar selesai.
2. Perjalanan penyakit luka bakar terbagi atas 3, yaitu fase akut, sub akut dan fase penyembuhan. Rehabilitasi mulai dilakukan pada fase akut.
3. Dasar latihan terapi pada pasien luka bakar adalah:
a. Stretching (peregangan)
b. Strengthening (penguatan)
c. Endurance (ketahanan)
d. Latihan Gerak Kordinasi
i. Latihan kerja dalam kehidupan sehari-hari
ii. Latihan Peningkatan Keterampilan
4. Beberapa tindakan rehabilitasi pada pasien luka bakar fase akut yaitu:
a. Ranging pasif
b. Mempertahankan posisis optimal dengan splint program untuk mencegah kontraktur dan deformitas
c. Membina hubungan yang baik dengan pasien dan keluarganya
5. Prinsip utama yang dijalankan pada rehabilitasi luka bakar fase penyembuhan ini adalah:
a. Melanjutkan ranging pasif
b. Meningkatkan ranging aktif dan strengthening (penguatan)
c. Melatih aktivitas harian (makan, minum, jalan, duduk, tidur dan mandi)
d. Mulai melatih kegiatan bekerja, bermain dan belajar
6. Beberapa usaha penanganan skar untuk mencegah terjadinya kontraktur adalah sebagai berikut:
a. Pijat Skar (Scar Message)
b. Pressure Garments



Baca selengkapnya......
Google